Jumat, 14 Maret 2014

Resensi Buku #Udah Putusin Aja

Mengupas Tajam Pacaran dalam Kacamata Islam
Oleh
Ika Nur Hikmah



Judul               : Udah Putusin Aja!
Penulis             : Felix Y. Siauw
Tebal               : 180 halaman
Penerbit           : PT Mizan Pustaka
Terbit               : Maret 2013
ISBN               : 978-602-9255-43-0



Buku “Udah, Putusin Aja!” ini adalah hasil karya Felix Yanwar Siauw, yang lahir pada 31 Januari 1984 di Palembang. Dikenal sebagai pendakwah, penulis buku, dan pembawa acara. Beberapa karyanya yaitu Muhammad Al-Fatih 1453, Beyond The Inpiration, How to Master Your. Dibalik judulnya yang kontroversial, buah karya seorang Islamic Inpirator ini mengetengahkan betapa bahayanya pacaran dikalangan remaja saat ini. Hal ini terungkap dari sebuah email yang dikirimkan kepada penulis buku ini bahwa ada seorang perempuan hilang kehormatannya saat pacaran. Ini disebabkan karena rayuan sang pacar, dengan dalih cinta, dengan dalih sudah dewasa dan berbagai alasan yang akhirnya meluluhkan hati perempuan itu dan terjadilah. Namun, menyadari kesalahan itu si perempuan minta pertanggungjawaban pada si lelaki. Sayangnya, lelaki itu malah tidak bertanggungjawab!
Inilah alasannya Islam melarang pacaran. Tidak ada pacaran Islami dan embel-embel Islami lainnya kecuali yang dihalalkan yaitu pernikahan.
Setelah kasus perempuan itu, buku ini kemudian membahas perlahan-lahan tentang fitrah cinta yang ada dalam diri manusia, pacaran, valentine day sampai membahas masalah khitbah dan ta’aruf bagi yang sudah siap menikah. 
Pada bab pertama dan kedua dijelaskan bahwa cinta itu fitrah. Allah memang menjadikan rasa cinta antara jenis yang berlawanan, sama seperti Allah jadikan rasa cinta manusia terhadap apapun yang diinginkan di dunia. Kita manusia biasa yang memiliki cinta. Tiada yang salah karena cinta adalah anugerah. Bila kita sudah merasa jatuh cinta, itu tandanya kita normal dan baik-baik saja. Tapi makna cinta di sini luas tidak disempitkan menjadi syahwat yang diarahkan  pada perbuatan maksiat.
Parahnya lagi banyak yang menganggap kalau pacaran adalah tanda beradegan dewasa bukan tanda dewasa. Na’udzubillah. Pada bab ketiga dan keempat ini, Felix Siauw mengungkap fakta bahwa 92% pelajar itu pernah melakukan kissing, petting, dan oral sex, 62% pernah melakukan hubungan intim, dan 22,7% siswi SMA pernah melakukan aborsi. Tidak diragukan lagi bahwa pacaran adalah jalan hambatan menuju zina dan ini hal yang memprihatinkan. Buku ini mengungkap sifat lelaki yang belum siap menikah tapi melampiaskannya dengan cara pacaran. Bila niatnya sudah pacaran maka masa depanpun tidak akan ada. Begitupun dengan kehormatan. Bagi para perempuan wajib baca buku ini agar punya pemahaman lebih tentang betapa bahayanya tipu muslihat kaum lelaki yang mempunyai hati yang dipenuhi syahwat dan iman yang lemah.
Pada bab kelima, Udah Putusin Aja, dijelaskan bahwa lelaki yang tidak lulus ujian tanggung jawab dan komitmen akhirnya masuk dalam jurusan pacaran. Padahal, pendamping yang saleh tidak pernah didapatkan dari proses pacaran, karena kesalehan dan kebatilan jelas bertentangan. Coba kita pikirkan bersama, sebelum menikah saja sudah berani berbuat maksiat dengan pacaran. Lalu apa yang menghalanginya berbuat maksiat setelah menikah? Aturan Islam dalam hal ini sangat sederhana. “Bila cinta, datangi walinya dan menikahlah, bila belum siap ya persiapkan diri dalam diam. Minta Allah yang bimbing sampai waktu yang indah tiba.”
Selain membahas berbagai masalah tentang pacaran, pada bab keenam dan ketujuh, buku ini menghadirkan bagaimana seharusnya cinta ini diarahkan dan dijaga, penjelasan tentang khitbah yang sering dikenal kucing dalam karung, padahal ada proses perkenalan. Bila sudah mendapatkan yang disenangi, yang kita pun cenderung kepadanya, lanjutkan ke proses khitbah (peminangan). Khitbah bukanlah pacaran dalam bentuk islami. Untuk saling mengenal, boleh saja lelaki bertemu dengan wanita yang dikhitbahnya untuk melakukan perkenalan (ta’aruf). Hanya saja, harus ada mahramnya yang menemani.
Pada bab yang kedelapan, Felix Siauw menghimbau bila belum siap untuk menikah, jangan coba mengumbar cinta. Coba alihkan cinta ke jalan yang bermanfaat lagi halal juga berpahala. Perbanyak shaum dan mengingat Allah, semoga hati kita diberikan ketenangan oleh Allah untuk menjaga ketaatan sampai waktunya.
Udah Putus, Galau, nih! Gimana Bisa Move On? Merupakan bab yang kesembilan. Di buku ini dijelaskan bahwa bagi anak muda yang ribet karena galau dan belum bisa menggapai tahap nikah, ada beberapa poin yang bisa membantu meminimalisasi galau karena cinta, diantaranya mengingat Allah akan membuat galau karena cinta menjadi ketenangan, gabungkan diri dalam perjuangan Islam, baca kisah-kisah Rasulullah saw, sahabat, dan panglima-panglima Islam, dan find your positive hobby yang bisa mengalihkan kita.
Pada bab kesepuluh, Yang Muda Yang Bercinta, telah dijelaskan bahwa mempunyai cinta tidak mengharuskan mengumbar cinta. Mencintai tidak berarti membolehkan segala yang dilarang Allah. Menunda cinta sampai pada waktunya, itulah kata yang tepat. Jangan menodai  cinta dengan mengatasnamakan cinta atas pekerjaan nafsu. Bila memang belum saatnya, jangan memaksa. Mungkin waktu memang guru yang paling tepat untuk mengajari cinta agar ia sejati.
Pada bab yang terakhir terdapat beberapa tips bagaimana seharusnya kita mempersiapkan diri menuju cinta hakiki, jenjang pernikahan yang diridhai Allah. Pertama, mari memantaskan diri menjadi seorang suami atau istri yang baik bagi keluarga kita kelak, sehingga pantas bagi kita untuk dipilih dalam membangun mahligai pernikahan. Kedua, dengan meminta perantara kepada seseorang yang telah menikah, yang tentunya memiliki informasi dari pasangannya. Ketiga, lakukan apa-apa yang diwajibkan oleh Allah. Keempat, tambahkan dengan perkara-perkara sunnah.
Kelebihannya, buku ini sangat menarik dan atraktif, karena setiap analogi cerdas yang diungkapkan itu disertai visualisasi yang keren, dijamin gaya icon-icon gambar pada buku ini tidak membuat kita bosan untuk terus membaca buku ini. Mereka setia menemani ekspresi yang kita buat, ada sedih, senang, jengkel bahkan pipi yang bersemu merah turut membuat hati kita jadi hangat. 
Tapi menurut saya buku ini karena bernuansa pink mencolok sehingga kurang pantas kalau lelaki membaca buku pink ini di tempat umum, jadi sebaiknya ada yang warna biru, tapi otomatis akan mengubah isi dari bukunya mungkin sehingga bahasannya lebih pada objek lelaki. Walaupun demikian, isinya ternyata tidak hanya diperuntukan untuk perempuan, tapi untuk lelaki juga.

Namun ada beberapa catatan yang bisa menjadi perhatian untuk upaya penyempurnaan buku ini. Perlu konsisten terutama saat memuat ayat-ayat Al Quran. Di mana ada sebagian yang memakai tanda baca (harakaat) ada juga yang tidak (gundul). Menurut saya perlu ditambahkan tanda baca serta ditambahkan cara bacanya juga biar yang belum bisa baca bisa belajar membaca ayat Al Quran dengan buku ini. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar